Minggu, 11 April 2010

GANJURAN: TEMPAT BERTEDUH

Malam itu aku dibangunkan oleh suara keras dering telpon di kamar hotelku. Kuangkat telpon dan diujung sana suara seorang lelaki berkata:” .. maaf pak, .. sudah ada yang menunggu di lobby ..” Kulihat jam tanganku, sepuluh menit lewat tengah malam. Wah .. rupanya aku ketiduran! Buru-buru kujawab, “ .. baik pak, saya segera ke lobby ..”.

Tadi siang sebetulnya sudah janjian dengan teman lamaku di kota gudeg ini. Kami berjanji ketemu tepat tengah malam untuk bersama mengunjungi gereja Ganjuran yang terletak di sebelah selatan kota. Gereja yang pernah hancur akibat gempa Jogja 2006 lalu, akhir-akhir ini menjadi tujuan bagi orang-orang yang mempunyai niat untuk mencari ketenangan sejenak. Di depan lobby hotel, kulihat temanku sambil merokok, tertawa keras dan komplain, “ .. ketiduran ya ..” Menjaga agar tidak tidur sampai tengah malam setelah mengikuti seminar yang cukup melelahkan, tidaklah mudah. Namun aku minta maaf juga kepadanya tanpa perlu menjelaskan mengapa aku ketiduran.

Menjelang pukul satu dinihari, barulah kami sampai di tempat tujuan kami.

Gereja itu nampak megah benar. Bentuknya mirip dengan pendopo kraton Jogja, terbuka tanpa dinding. Di malam itu, lampu2 di dalam gereja memberikan aksen yang memikat bagi keseluruhan bangunan. Di halaman depan gereja, ada dua gazebo besar yang banyak orang berkelompok sambil ngobrol dan memberi suasana akrab di malam itu. Di samping gereja, ada sebuah bangunan seperti candi, di depan sebuah los besar yang banyak bangku. Banyak orang tidur di bangku2 itu. Di sebelah kanan ada ruang panjang berisi seperangkat gamelan Jawa. Di sisi kiri candi terdapat sekitar delapan kran air sebagai tempat untuk wudhu, karena begitu datang, temanku mengingatkan untuk mencuci muka, tangan dan kaki sebelum berdoa.

Di depan candi kecil beberapa orang duduk di bangku menghadap candi dan berdoa. Di beranda candi ada beberapa botol plastik berisi air yang diambil dari sisi kiri candi, dan didoakan untuk kemudian dibawa pulang. Candi dan konstruksi pendukung di sekitarnya memberi kesan mistis pada keseluruhan kompleks gereja. Menurut cerita temanku, banyak juga pengunjung dari agama selain Katholik, misalnya ibu2 berjilbab, atau dari etnis Cina yang menggunakan hio, yang ikut berdoa di depan candi.

Setelah ber”wudhu”, aku naik ke candi kecil itu, yang berongga dan di dalamnya ada sebuah patung marmer putih berwajah mirip Yesus namun memakai pakaian raja Jawa. Dia duduk dengan satu tangan menunjuk ke hatinya yang menyala ada apinya. Hati Kudus Yesus. Pangkuan dan lutut patung nampak kotor seperti bekas dijamah orang. Setelah sejenak berlutut di depan patung Sang Raja dan mencoba membuka diri untuk menerima pengalaman saat itu, akupun berjalan mundur menuruni tangga candi.

Suasana malam itu yang tenang, dan energi para pendoa yang memenuhi ruang sekitar candi, menjadikan lokasi ini nyaman untuk bermeditasi. Kulihat temanku sudah menyelesaikan setengah doa rosario di genggamannya. Akupun mulai bermeditasi, dan energi di lokasi itu terasa padat.

Setelah selesai meditasi, aku ajak dia bermeditasi. Pelan kutuntun, sambil kubantu dengan meningkatkan eneginya. Ketika kuminta merasakan telapak tangannya, dia seperti kaget dan langsung bangun sambil mengibas-ngibaskan tangan: “ .. lho kok tanganku panas banget ..” Aku jelaskan bahwa itulah energi yang mengalir lewat telapak tangan. Aku minta dia kembali ke kondisi meditasi. Kembali kutuntun dia dan kualirkan energi semesta yang padat ini kepadanya. Belum lima menit kemudian, dia kembali kaget terbangun “ .. lho .. lho .. kok aku melayang .. wah kowe kok nakut2in aku .. gimana kalau aku jatuh .. rasanya kok ringan sekali ..“ Lalu mulailah celotehnya yang menyatakan kekhawatirannya kalau jatuh. Sekalian kucandai, “ .. ya lain kali bawa stagen, terus iket di tiang dan di badanmu biar gak terbang ..” Kami tertawa lepas meski agak tertahan karena takut mengganggu yang lain. Akhirnya, selesai juga sesi meditasi pendek itu.

Dalam perjalanan kembali ke hotel, kujelaskan segala sesuatu tentang meditasi. Dia janji akan mencoba sendiri di rumah. Aku kembali tidur di hotel ketika waktu menunjukkan jam 3 pagi dini hari. Aku perlu istirahat sejenak karena pagi nanti beberapa teman peserta seminar ingin belajar bermeditasi bersama.


jakarta, 11042010

Tidak ada komentar: